Mencoba Obsidian
Halo lagi, udah post ke tiga di minggu ini, tapi kali ini bukan buat ngeluh :3 jadi kali ini aku mau berbagi teknologi yang menurutku bisa menambah produktifitas. Jadi dimulai dari permasalah yang kualami, sebenarnya sederhana banget cuma soal note taking. Aku biasa nyatet hal-hal atau ide random di aplikasi catatan bawaan hp, setelah itu ku pindah ke Discord jika perlu akses lebih lanjut, dan jika butuh formating yang lebih lanjut, aku bisa pakai markdown yang di dukung juga oleh Discord. Dan menurutku ini sudah membantu dan cukup banget untuk kebutuhan "menyimpan catatan".
Semua baik-baik saja sampai aku tidak sadar ada 50 channel yang harus ku ingat apa isinya, dan oh no, fiitur search di discord yang juga "sangat" membantu.
"ya ya salahku, memang bukan tujan sebuah aplikasi komunikasi digunakan untuk menyimpan catatan. but hey, they serve my purpose well"
Sebenarnya, sebelum aku menggunakan Discord untuk menyimpan catatan, aku pernah mempir sebentar ke Notion. Tapi menurutku fitur yang ada terlalu overkill jika hanya digunakan untuk menyimpan catatan sederhana. Dan pemilihan webapp menjadikan Notion kurang responsive menurutku. Selain itu, soal kepemilikan data, sepenetahuanku tidak ada opsi self-hosted atau jika ingin pindah platform, proses migrasi data tidak mudah menurutku. Memang, Notion menawarkan solusi yang sangat spesifik sehingga kemungkinan untuk migrasi ke platform lain sangatlah kecil(karena memang Notion saat ini tidak memiliki kompetitor, but cmiiw).
Because I believe, simpler solution is easy to handle in the long run.
Jika saja diluar sana ada text editor markdown yang super hackable dan kita memiliki kontrol terhadap data seutuhnya, oh wait, tengah malam sang dewi algoritma rekomendasi YouTube memberkahi berandaku dengan video tentang Obsidian.
Sebuah editor markdown sederhana namun sangat mudah di kustomisasi; Fitur tautan yang dapat menghubungkan antar dokumen, mempermudah relasi antar informasi; Ekosistem plugin dan tema yang sehat; Developer friendly;
Tapi tidak sesederhana itu, Obsidian tidak opensource, satu tembok penghalang untuk dipertimbangkan. Beberapa pertanyaan sama yang kuajukan pada Notion: bagaiman kemudahan untuk berpindah dari platform ini? dan siapa yang memiliki kontrol terhadap data kita?
Untuk pertanyaan pertama, Obsidian mengunakan atau menyimpan file di vault atau folder lokal dengan format plaintext, sehingga permasalah migrasi antar platform bukan dapat kita keluarkan.
Untuk pertanyaan kedua, jika kita tidak mengunakan fitur sync maka semua data akan disimpan di perangkat lokal. Hal ini agak menyulitkan untuk kolaborasi multi-perangkat, namun kita dapat menggunakan plugin komunitas yang dapat kita self-host untuk mengatasi hal ini.
Selain itu, terdapat beberapa fitur yang kusukai di Obsidian. Seperti mengelola jadwal/aktifitas. Disini kita dapat membuat task atau tugas di berbagai tempat dan menampilkanya di satu halaman menggunakan bahasa query yang menurutku agak unik seperti bahasa alami mengunakan plugin Task, contoh:
Selain itu, ada bahasa query lain yang mirip dengan SQL untuk berinteraksi dengan dokumen, Dataview Query Language (DQL)
dari plugin Dataview. Mengunakan query ini kita bisa melakukan agregasi data untuk dijadikan lebih ringkas dan mudah dipahami seperti tabel, list, bahkan chart.
Sekian tulisan tentang first impression mengunakan Obsidian, sejauh ini aku sangat tertarik untuk terus menggunakan ini, beberapa ide(yang mungkin bakal jadi backlog) seperti membuat plugin untuk unggah file ke S3 storage sudah muncul di kepalaku :3
Tambahan, konten blog disini juga dibuat mengunakan markdown, karna kupikir fomating di markdown cukup sederhana dan sudah sangat cukup untuk sebuah tulisan. Dan beberapa masalah saat pengembangan aku tidak menemukan editor markdown yang bisa melakukan live preview untuk NextJs dan React Server Component. (So there is a little bit of hacking to solve this, that i'm prod of.)
waktu baca NaN Menit | 11 pembaca | 2 Nov 2024, 18.04
Ada saran atau koreksi? Kontak saya di Discord.