Yapping tentang konsep diri dalam dunia digital dan sosial media
Akhir-akhir ini privasi dan keamanan data menjadi obrolan yang cukup hangat, mulai dari area abu-abu seperti permasalahan terkait privasi data yang digunakan untuk melatih AI hingga ke hal yang secara jelas bersifat ilegal seperti penyebaran data pribadi di internet. Namun berkat rendahnya kesadaran masyarakat, hal ini menjadi bahasan yang tidak terlalu dianggap serius. Melihat dari sisi lain, permasalhan privasi juga masih dianggap remeh dengan argumen seperti "aku ga punya hal yang perlu disembunyiin kok".
Sesi lain dari masalah privasi, masalah lain yang kurang menjadi perhatian adalah masalah censorship dimana kebebasan informasi dibatasi oleh pihak tertentu. Contoh kasus yang sudah dapat diamati adalah Chinese Great Firewall, dimana konten dari luar dan konten yang tidak sesuai dengan pemikiran pemerintah akan dihapus dari internet.
Cukup bridfing nya, saatnya lanjut ke omong kosong tentang kenapa aku tertarik pada hal ini? jawaban singkatnya adalah "kenapa tidak". Jawaban panjang nya adalah sejak aku mulai bermain Facebook sekitar tahun +-2010 aku memiliki kecemasan untuk berinteraksi dengan orang lain melalui intenet. Jika harus kugambarkan rasa takut ini, aku tidak bisa melepaskan atau memisahkan kosep "diri" secara luring dan daring. Aku merasa apapun yang kulakukan akan berbalik kepada diriku didunia nyata, dan itu sangat-sangat nyata dan jelas tergambar dikepalaku. Tapi untungnya kesulitan berinteraksi ini tidak sesulit jika di duna nyata(bohong).
If you know the enemy and know yourself, you need not fear the result of a hundred battles. If you know yourself but not the enemy, for every victory gained you will also suffer a defeat. If you know neither the enemy nor yourself, you will succumb in every battle.
Mengutip dari buku The Art of War karya Sun Tzu. Untuk memahami dirimu maka kau harus emmahami musuhmu. Untuk itu maka hal-hal tentang privasi menjadi ketertarikan tersendiri untukku. Pertanyaan seperti bagaimana menghubungkan sebuah akun dengan pribadi di dunia nyata, bagaimana mengetahui kegiatan dan lokasi seseorang dari postingan, bagaimana mengetahui kompas politik dari profil seseorang. Pertanyaan seperti itu membawaku ke sebuah konsep yang bernama OSINT(Open Source Intelligence), atau seberapa banyak data dapat kau kumpulkan mengenain individu atau subjek dari sumber terbuka atau publik. Dan dari pertanyaan-pertanyaan itu, kesimpulan sementara adalah aku dapat mengontrol seberapa banyak informasi yang ingin dan bisa kukeluarkan ke publik.
Kasus kedua, dari segi teknikal, bagaimana cara seseorang bisa teridentifikasi dengan pribadi di dunia nyata. Pada bagian ini agak rumit, karena untuk mengakses internet saja kita harus bergantung pada ISP dimana ISP pasti memiliki data pribadi setiap pelanggannya. Selain itu, ISP juga harus tunduk dengan aturan pemerintah dimana pada kasus ini censorship diberlakukan, contoh seperti Reddit, yang sebenarnya patut dipertanyakan alasan dari penyensoran tersebut. Sedangkan situs seperti Twitter atau X yang memiliki konten yang kurang lebih sama, tidak mendapat perlakuan serupa.
Masih pada kasus kedua, selain ISP, perangkat yang kita gunakan juga dapat digunakan untuk melakukan fingerprinting kepada diri kita. Dari mulai software hingga hardware, hal ini yang menjadi tulang belakakng dari hal menjijikan seperti Targeted Ads. Sistem operasi umum seperti Windows, Android, dan IOS juga memiliki inisiatif untuk mengenal(melacak) tiap pengguna demi keuntungan finansial.
Seperti sebuah gunung es, kasus kedua masih belum selesai, dari OS kita akan berpindah ke apliaksi. Sosial media, bebrapa sosial media mewajibkan pengguna untuk memverifikasi nomor handphone untuk mendapatkan akses fitur penuh(dead end). Beberapa lagi memiliki monster yang lebih mengerikan daripada meminta tumbal identitas pribadi, yaitu meminta jiwa individu itu sendiri. Algoritma rekomendasi, jika ini adalah game RPG mungkin monster ini masuk ke kategori mimic dimana perlahan monster ini dapat meniru dan mengetahui keinginan terdalam dari sang mangsa.
Algoritma rekomendasi yang paling mengerikan saat ini adalah milik sosial media Tiktok/Douyin. Mungkin tak hanya algoritma tapi desain antar muka dan kosnep dari konten video pendek, ketiganya menjadi sebuah monster chimera yang benar-benar mengerikan. Dalam beberapa tahun saja, sosial media ini menjadi sebuah standar baru bagaimana kita berbagi informasi dan bersosialisasi. Alih-alih bersosial, kita kini malah semakin terpecah kedalam gelembung-gelembung digital berkat sistem rekomendasi yang lebih mengenal diri kita.
Tentu semua hal memiliki sisi negatif dan positif, jika kita membuat sistem rekomendasi menyajikan hal-hal yang bermanfaat atau hanya mengikuti orang secara selektif, tentu ini akan menjadi hal yang baik (setuju, based, cap). Tidak hanya sampai disitu, konsep dari video pendek sendiri membuka sisi candu yang belum pernah kita lihat sebelumnya.
Otak akan mendorong kita untuk melakukan aktifitas yang menghasilkan dopamin(otak :heart: dopamin). Dan who know konsep dari video pendek dapat membajak otak untuk mendapatkan dopamin secara mudah dan cepat. Meskipun hanya satu video dari sekian banyak yang kita sukai, tapi proses dari mencari(scroll) tersebut juga bedapak pada menumpuknya antisipasi pada otak untuk memperoleh dopamine hit pada video berikutnya.
Finally, Thank God I don't install tiktok. karena jiwaku udah dimakan sama youtube anyway.
Sosial media tidaklah buruk, konsep video pendek tidaklah buruk, mengkin itu adalah filter baru untuk evolusi umat manusia agar bisa menjadi spesies antar bintang. who know we will indulge on short content on our majestic space ship someday. stay safe, enjoy the moment, and keep burning that fossil fuel. kita butuh semua energi untuk naik ke level 2 di Kardashev scale.
waktu baca NaN Menit | 12 pembaca | 30 Okt 2024, 15.28
Ada saran atau koreksi? Kontak saya di Discord.